Skip to main content

Ibadah Syukuran SEPTI MEIDODGA, Polisi Kawal Ketat. Ada Apa?



Jayapura- kelompok aktivis mahasiswa Universitas Cenderawasih Jayapura di bawa pimpinan Septi Meidodga di kepung aparat Kepolisian Republik Indonesia saat melaksanakan ibadah pengucapan syukur atas di wisudanya Septi Meidodga yang kini mengantongi gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan S.IP, setelah sukses menabur benih (mengkaderkan) kaum mahasiswa di Uncen mencapai 70% generasi penerus pemimpin masa depan Papua selama 4 tahun masa kontrak di tambah 2 tahun perpanjangan kontrak berjumlah tujuh tahun masa kontrak ke-MAHAanya sebagai mahasiswa yang bersih dan bebas nilai.
Setelah rapat senat terbuka Universitas Cenderawasih Jayapura pada kamis 07 mei 2015, seperinya telah tertiup angin segar bagi seorang septi meidodga yang di kenal sosok “NO COMPROMI” Julukannya, beserta rombongan aktivis mahasiswa yang dipimpinnya yang juga adalah para kader-kader miliknya. Sebab dalam hasil rapat senat terbuka tersebut dirinya (Septi-red) mengantongi sebuah gelar ‘Sarjana Ilmu Pemerintahan S.IP’ Pada Universitas Cenderawasih merupakan jerih payahnya selama kurang lebih tujuh tahun kuliah sejak 2009 silam hingga dirinya diwisudakan pada 2015. Dirinya kini telah menjadi alumni serta senior bagi mahasiswa/i binaanya yang masih akan mengemban perkuliahan di Universitas.
Dengan mengingat, dalam waktu yang tidak di tentukan dirinya akan berpisah dari rekan-rekannya yang masih bertahan sebagai mahasiswa guna mengarahkan diri pada dunia kerja serta demi melepas dan menjalin kebersamaan sebagai mahasiswa dan alumni terhadap rekan-rekannya. Tentu  berlangsung dalam wujud silaturahmi dalam bentuk ibadah sykuran kepada sang Pencipta seperti yang di lakukan banyak orang di muka bumi ini setelah mencapai sebuah tujuan. Maka dalam hal tersebut dirinya mengajak rekan-rekannya untuk megadakan ibadah di Secretariat Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Cenderawasih KABESMA UNCEN; dia sendiri juga adalah termasuk pimpinan mahasiswa di tingkat universitas periode berjalan 2014-2015, dalam hal ini ketua komisi D (aspiratif) pada Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Cenderawasih MPM Uncen.  Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka dirinya harus meakukan acara syukuran di maksud di tempat terbuka agar mahasiswa/I yang akan ditinggalkannya turut merasakan kebahagiaan yang di rasakannya serta demi menjaga hubungan kekerabatan di tingkat mahasiswa bersama kader-kader pribadi yang dibinanya.
Akan tetapi, niat baik ibadah mereka dikabarkan ‘bagaikan anak burung di dalam sangkar derita’. Mengapa? Sebab enam jam sebelum pelaksanaan ibadah, septi meidodga bersama rombongan di kepung Aparat Bersenjata republic Indonesia ABRI sejak pukul sebelas siang waktu papua barat. Sementara, waktu yang di tentukan untuk ibadah di maksud jatuh pada pukul enam petang hingga selesai. Tanpa ragu-ragu kelompok aktivis mahasiswa ini terus bekerja menyiapkan peralatan ibadah serta dekorasi tempat dan lain sebagainya hingga sore, sudah waktunya untuk ibadah para aparat ini tidak bergegas meninggalakan lokasi ibadah yakni secretariat KABESMA Uncen. Aparat kepolisisan justru menciptakan perasaan panik para tamu undangan serta para aktivis mahasiswa uncen sendiri, sehingga sebagian undangan yang datang telah pulang terlebih dahulu sebelum ibadah memulai.
Setelah megikuti informasi resmi yang berkembang, ternyata para polisi tersebut mendatangii tempat ibadah syukuran karena telah mendengar sesuatu tentang acara wisudanya beliau (septi), menurut seorang aparat yang enggan memberitahukan namanya bahwa ada sebuah gambar atau editan suatu symbol separatis dalam spanduk yang akan di gunakan saat ibadah syukuran, ini gambar bendera bintan kejora yang menurut aparat kepolisian republic Indonesia bahwa itu tidak harus di biarkan sebab pergerakan demikian menantang Negara kesatuan republic Indonesia.
Selain itu, realita di tempat ibadah. Pada spanduk yang di curigai memang ada gambar atau editan sang bintang fajar yang di persoalkan polisi tersebut di amankan oleh polisi sebagai bahan bukti.  Selain mengamankan spanduk sebagai barang bukti, ternyata pihak kepolisianpun melepaskan isu yang membuat semua hadirin/undangan panic. Sebab cara polisi melakukan pengambilan spanduk sebagai barang bukti sangat tidak manusiawi sebab mereka (polisi) melakukan tindakan yang pertama menolak ajakan beribadah bersama oleh aktivis mahasiswa sebab dianggap polisi sudah datang untuk berpartisipasi bersama dalam ibadah syukuran, tetapi justru tidak menghargai ibadah sebagai umat beragama, dan yang kedua merencanakan penggeledahan terhadap secretariat/tempat  ibadah setelah memberikan dua jama terhitung pukul 08-09 malam.
Dengan mengingat adanya ancaman tersebut banyak aktivis mahasiswa terlihat kesal sebab mereka hanya melakukan ibadah sebagai wujud ungkapan syukur kepada Tuhan berubah menjadi suatu moment kepanikan bagi peserta yang mengikuti ibadah tersebut. Banyak pula yang terlihat heran dan aneh dengan tindakan polisi yang terkesan tidak berwibawa tersebut hanya karena gambar pada spanduk tersebut polisi menakuti aktivis mahasiswa dengan pernyataan bahwa semua yang foto-fotonya tercantum di dalam spanduk tersebut akan di panggil ke polda papua guna menjalani pemeriksaan dengan tuduhan masuk daftar pencarian orang DPO, tahanan politik TAPOL, nara pidana politik NAPOL. Hal ini di benarkan oleh wakil ketua badan eksekutif mahasiswa uncen Michael Yarisetouw saat menyampaikan informasi kepada aktivis mahasiswa yang tidak sempat membubarkan diri dari tempat kejadian, sebab katanya kepala polisi telah menghubunginya demikian.
 Selain itu, setelah mengonfirmasi beberapa orang yang merupakan pelaku pelaksana ibadah ternyata ada yang sempat bertanya-tanya mengapa  hanya karena sebuah symbol (bukan bendera benaran) haruskah kami ibadah kepada Tuhan kami dalam tekanan? Sebenarnya apa yang di inginkan oleh Negara ini dari orang Papua setelah semuanya telah diambil alih? Bila demikan maka, setidaknya revisi terdahulu UUD 1945 serta hapus Pancasila alinea pertma dan kedua sebelum melakukan sebuah tindakan yang dilandasi suatu keputusan keliru yang akhirnya mempermalukan wibawa Negara. Sebab aparat kepolisian yang ada di Papua seolah balik memperkosa ibu kandungnya/mamanya sendiri.
Dengan demikian maka, berakhir sudah rangkaian ibadah di bawa tekanan militer Indonesia yang di gelar oleh para aktivis mahasiswa Uncen di bawa pimpinan wisudawan sekaligus pemimpin  mahasiswa tingkat UNIVERSITAS CENDERAWASIH, yakni tuan. SEPTI MEIDODGA, S.IP.
Port Numbay, 09 Mei 2015
Penulis
 R.D.V




Comments

Popular posts from this blog

Kitalah Milenial Tulen

GOLDEN MEMORIES Indahnya generasi Yang lahir Tahun 1960-90an (yg usianya skrg 20an - 50an tahun) Sekedar anda tahu. Kita yg lahir di tahun 1960-70-80-90an, adalah generasi yg layak disebut generasi paling beruntung. Karena kitalah generasi yg mengalami loncatan teknologi yg begitu mengejutkan di abad ini, dg kondisi usia prima. ✌✊ Sebagian kita pernah menikmati lampu petromax dan lampu minyak, sekaligus menikmati lampu bohlam, TL, hingga LED Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati riuhnya suara mesin ketik. Sekaligus saat ini jari kita masih lincah menikmati keyboard dari laptop kita.  Kitalah generasi terakhir yg merekam lagu dari radio dg tape recorder (kadang pitanya mbulet) kita. Sekaligus kita juga menikmati mudahnya men download lagu dari gadget.  Kitalah generasi dg masa kecil bertubuh lebih sehat dari anak masa kini, karena lompat tali, loncat tinggi, petak umpet, gobak sodor, main kelereng, karetan,sumpit2an, galasin adalah permainan

SALIB Kristus Retak di Papua Dalam Dominasi Kristen KTP

Kekristenan di tanah Papua sudah tentu bukan hal yang harus di ragukan.  Kekristenan di papua berawal sejak 05 Februari 1855, saat ucapan DENGAN NAMA TUHAN KAMI MENGINJAK TANAH INI oleh dua misionaris muda Jerman, yaitu Ottow dan Geisler di Pulau mansinam manokwari. Sejak saat itulah injil di mulai dan terus di kumandangkan ke seluruh pelosok negeri ini. Itulah awal peradaban penginjilan hingga 90 persen orang Papua menyatakan diri telah menjadi kristen dan di baptis.  Selama 164 tahun lamanya orang papua menjadi kristen dan terus bergerak dalam kekristenan yang serba luarbiasa dengan multivarian denominasi yang terus berhimpun dalam organisasi besar gerejawi, serta mewartakan injil Kristus di atas tanah Papua tercinta sampai Tuhan sang pemilik injil datang kembali. Jemaat Era Digital  Dalam konteks kehidupan bergereja di Papua belakangan ini boleh dikata mengalami deformasi dari dalam tubuh gereja itu sendiri, bermula dari menjamurnya jemaat dan pemuda kristen apatis